Palangka Raya-Sengketa hukum antara PT. Rara Giesha Putri Kalampangan dan PT. Astra Sedaya Finance (Astra Credit Companies/ACC) bersama mitranya, PT. Putra Pandawa Sakti, memasuki babak baru. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh PT. Rara Giesha Putri Kalampangan kini tengah memasuki tahap mediasi di Pengadilan Negeri Palangka Raya dengan nomor perkara 225/Pdt.G/2024/PN.Plk.
Kasus ini bermula dari tindakan penarikan paksa satu unit Truck Dump Isuzu tahun 2021 dengan nomor polisi KH 8357 BM milik PT. Rara Giesha Putri Kalampangan. Kendaraan tersebut diambil oleh pihak PT. Putra Pandawa Sakti atas kuasa dari PT. Astra Sedaya Finance (ACC) di sekitar Jembatan Kahayan, meskipun pihak debitur menyatakan kesediaan untuk membayar tunggakan.
Tindakan ini dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 18/PUU-XVII/2019, yang secara tegas melarang perusahaan pembiayaan melakukan penarikan paksa kendaraan tanpa melalui prosedur hukum yang sah. Eksekusi jaminan fidusia seharusnya hanya bisa dilakukan melalui pengadilan, bukan melalui debt collector.
Menurut Ketua Umum Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Kalimantan Tengah sekaligus Ketua DPD Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kalimantan Tengah, Suriansyah Halim, S.H., S.E., M.H., CLA, yang bertindak sebagai kuasa hukum PT. Rara Giesha Putri Kalampangan, kliennya telah beritikad baik untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran.
“Kami akan membayar lunas tunggakan angsuran klien kami sebesar Rp. 62.900.000,- di depan mediator atau Majelis Hakim. Kami ingin melihat apakah masih ada alasan bagi PT. ACC dan PT. Putra Pandawa Sakti untuk menolak,” ujar Suriansyah Halim.
Selain itu, pihaknya menolak keras biaya tambahan Rp. 30.000.000,- yang diminta oleh pihak leasing sebagai syarat pembatalan penarikan kendaraan. “Permintaan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan berpotensi menjadi bentuk pemerasan,” tambahnya.
PT. Rara Giesha Putri Kalampangan diketahui telah membayar 38 dari 48 bulan angsuran dengan nilai total Rp. 478.040.000,- dari total kewajiban Rp. 603.840.000,-. Keterlambatan pembayaran selama tiga bulan (Rp. 37.740.000,-) menjadi alasan PT. ACC untuk memberikan kuasa kepada PT. Putra Pandawa Sakti guna menarik kendaraan tersebut.
Namun, meskipun debitur telah menawarkan pembayaran empat bulan angsuran sebesar Rp. 50.320.000,- pada Desember 2024, pihak ACC dan mitranya tetap menolak dengan dalih kendaraan harus dilunasi sepenuhnya, yaitu 10 bulan sisa angsuran ditambah biaya pembatalan tarik Rp. 30 juta.
Kasus ini kini memasuki tahap mediasi di Pengadilan Negeri Palangka Raya, di mana penggugat optimis bahwa mediator hakim akan bersikap objektif dalam menyelesaikan sengketa. Jika tidak tercapai kesepakatan, persidangan akan berlanjut dengan pembuktian bahwa PT. ACC dan PT. Putra Pandawa Sakti telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Suriansyah Halim menegaskan, “Kami akan memastikan bahwa truk dikembalikan dalam kondisi yang sama saat ditarik paksa. Kami tidak akan tinggal diam jika ada indikasi penyalahgunaan hak oleh leasing dan debt collector.”
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama bagi konsumen yang kerap mengalami tindakan serupa dari perusahaan leasing. Putusan pengadilan dalam perkara ini diharapkan bisa menjadi preseden bagi perlindungan hukum terhadap hak-hak debitur di Indonesia.