Palangka Raya-Sebuah postingan dari salah satu pembeli yang ada di kota Palangka Raya, yang mana dirinya mengungkapkan ada seorang oknum pedagang di pasar besar yang tidak melayani dirinya dengan alasan beda agama.
Mendapat respon dari sejumlah masyarakat, salah satunya Ketua Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Kalteng Suriansyah Halim mengatakan, sebagai praktisi hukum tentu hal ini berkaitan dengan intoleransi atau tidak ada rasa tenggang rasa terhadap agama orang lain selain agama yang dianutnya, yang sudah ditunjukkan oleh salah satu penjual barang dipasar tersebut yang belakangan ini menjadi viral sangat disayangkan.
“Namun saya salut dengan cepatnya tim humas polda kalteng bertindak dengan mendatangi langsung pedagang tersebut dan langsung melakukan klarifikasi, tapi saran saya alangkah baiknya jika kejadian-kejadian seperti itu jangan sampai terulang kembali,”ucapnya Sabtu (16/12/2023).
Selain itu dengan kejadian ini berharap tim humas Polda Kalteng atau anggota Polri lainnya dapat bertindak menyusuri kenapa alasan pedagang tersebut sampai bersikap intoleransi, supaya tidak diikuti oleh pedagang, atau orang lainnya.
“Lakukan klarifikasi yang jelas supaya hal-hal tersebut tidak terulang kembali, apakah sikap pedagang tersebut ada yang mengajarkan sehingga ada potensi diikuti oleh orang lain, ataukah sikap intoleransi tersebut hanya pemikiran sendiri dari pedagang tersebut,”tambahnya.
Tidak hanya itu, sikap masyarakat dan ormas seharusnya juga ikut mengawasi tentang intoleransi ini supaya jika mengetahui bisa langsung berkoordinasi atau bertindak supaya sikap intoleransi tersebut tidak menyebar dan bisa dicegah.
“Kalau bisa dapat atau tidak bisa pelaku SARA tersebut dijerat pidana maka semua tergantung apakah unsur/ perbuatan dalam pidana terpenuhi semuanya, kalau secara umum pelaku SARA dapat dijerat UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras & Etnis dalam Pasal 4 Jo. Pasal 16 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, dan/atau denda paling banyak 500jt, jika dilakukan juga dengan elektronik maka dapat dijerat dg UU No. 11 Tahun 2008 ttg Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yg terdapat dalam Pasal 28 Ayat (2) Jo. Pasal 45 Ayat (2) dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun, dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar,”ungkapnya.