PALANGKARAYA, SUARAKALIMANTANMEMBANGUN.COM – Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah (Prov. Kalteng) H. Nuryakin membuka secara resmi Forum Sosialisasi dan Asistensi (Coaching Clinic) Pemenuhan Persyaratan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) Tidak Produktif Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Kegiatan ini berlangsung di M Bahalap Hotel Palangka raya, Rabu (12/4/2023).
Dalam sambutannya, Sekda H. Nuryakin menyampaikan menyambut baik sosialisasi dan coaching clinic ini, yang diharapkan dapat mewujudkan sinergi dari berbagai pihak dalam membangun kesepahaman mendukung program Reforma Agraria.
“Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong percepatan pelepasan Kawasan HPK Tidak Produktif untuk sumber TORA”, kata Nuryakin
Lanjutnya penyediaan sumber TORA yang berasal dari kawasan hutan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan sekaligus memberi kepastian hak atas tanah bagi masyarakat serta menyelesaikan sengketa dan konflik dalam kawasan hutan.
Selain itu, juga dilakukan redistribusi lahan yang ditujukan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah demi kesejahteraan rakyat.
“Dalam Program Prioritas RPJMN terdapat program pengentasan kemiskinan, dimana Reforma Agraria merupakan Kegiatan prioritas, yaitu pembaharuan kawasan hutan untuk masyarakat pedesaan dan desa. Program TORA dari kawasan hutan sudah diidentifikasi dan ditetapkan melalui peta indikatif TORA sejak tahun 2017 yang terdiri atas kategori kondisi eksisting, kategori kondisi non-eksisting atau kategori non-inver dan Kategori non-inver”, tutur Nuryakin.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Kalteng H. Agustan Saining ketika dibincangi oleh sejumlah media mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari pemberian hak tanah objek reforma agraria Kementerian LHK kepada masing-masing provinsi.
“Dalam hal ini masyarakatnya, jadi TORA itu ada beberapa kriteria pelaksanaannya ada HPK Tidak Produktif, ada TORA untuk lahan garapan masyarakat, TORA untuk persawahan dan ada TORA untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Jadi yang tadi dilaksanakan hanya HPK tidak produktif,” kata Agustan.
Sementara yang lainnya, kata Agustan sudah dilaksanakan inventarisasi dan verifikasi oleh instansi teknis.
“HPK tidak produktif ini sudah ada lokasinya melalui permohonan kurang lebih sekitar 220 ribu hektare yang tersebar di 14 Kabupaten/Kota, tetapi untuk dilepaskan oleh Kementerian LHK harus melalui permohonan oleh pemerintah daerah setempat. Permohonan itu juga harus dilengkapi dengan beberapa persyaratan,” bebernya.
Agustan menyebut, melalui kegiatan sosialisasi dan coaching clinic itulah nantinya diberikan informasi mengenai HPK tidak produktif kepada pemerintah daerah.
“Apa yang harus disiapkan agar lahan dengan total 220 hektare itu yang masih merupakan kawasan hutan bisa dilepaskan untuk kepentingan daerah, baik untuk kepentingan masyarakat, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Kalau itu sudah dilengkapi syarat-syaratnya baru di pusat akan dikeluarkan.” tutupnya.